LARANGAN JUAL
BELI BUAH –BUAHAN YANG BELUM MATANG
Disusun Oleh :
M. Ikmal : (3218024)
JURUSAN ILMU HADIS
FAKULTAS USULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
TAHUN AKADEMIK
BAB I
A.
Latar belakang
Pada zaman sekarang yang serba
canggih ini, Penggunaan teknologi modern (seperti komputer atau telepon
genggam) sebagai alat bantu guna memperlancar kegiatan usaha jual beli yang
merupakan salah satu strategi pemasaran yang sangat menguntungkan. Di era
digital sekarang ini terdapat banyak transi perdagangan melalui dunia maya
(online atau via internet), sehingga antara penjual dan pembeli tidak dibatasi
oleh ruang dan waktu. Dahulu, pada masa
belum ditemukannya teknologi internet, apabila seseorang bermaksud membeli
suatu barang maka ia akan mendatangi tempat dimana barang itu dijual, pembeli
dapat memeriksa secara langsung kondisi barang yang ia inginkan kemudian
terjadi tawar menawar antara pembeli dan penjual, apabila tercapai kesepakatan
antara penjual dan pembeli barulah terjadi serah terima uang dan barang.
Manusia sebagai makhluk sosial gemar
sekali melakukan transaksi jual beli.Bahkan itu adalah hal yang lumrah dalam
kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang telah diketahui bahwasanya jual beli
merupan salah satu perbuatan atau kegiatan yang boleh dan dihalalkan dalam
islam. Sebagaimana firman Allh SWT.dalam al-Qur’an surah al-baqarah dalam
(al-Qur’an surah al-baqarah ayat 275).
Selain hal itu, jual beli tidak
hanya sebatas kata halal akan tetapi ada beberapa kategori yang membuat jual
beli menjadi pasid (rusak) bahkan tidak sah, seperti jual beli yang tidak
memenuhi syarat dan rukun, jual beli
riba, gharar, dan sebagainya. Akan tetapi pada penelitian ini penulis akan
mengakat permasalahan yang kerap terjadi
dikalangan masyarakat, yaitu terkait dengan jual beli buah-buahan yang belum
matang, apakah hukumnya boleh, makruh, atau haram?, lalu bagaimana hukum jual
beli tersebut menurut perspektif hadis dan pendapata ulama.Nah untuk merefleksi
ha tersebut menjadikan penulis bersemngat dalam melakukan analisis
terhadap hukum jual beli buah
buahan-buahan yang belum matang, yang akan dipaparkan dibawah ini.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan
masalahnya sebaagai berikut:
1.
Apa
hadis yang berkaitan dengan larangan jual beli buah-buahan yang belum matang?
2.
Bagaimana
kandungan hadis tersebut?
3.
Bagaimana
studi kasus yang relevan dengan hadis Jual beli buah-buahan yang belum matang?
4.
Bagaimana
proses pentakhrijan hadis itu?.
C.
Tujuan Penelitian
Adapu tujuan makalah ini dibuat adalah
1.
Untuk
mengetahui hadis larangan jual beli
buah-buahan yang belum matang
2.
Untuk
memahami isi kandungan hadi jual beli buah-buahan yang belum matang
3.
Untuk
mendeskripsikan kasus yang sesuai dengan hadis tersebut.
4.
Untuk
mengetahui proses pentakhjian hadis tersebut.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hadis Larangan jual beli buah-buahan yang belum matang
Jual beli beli merupakan suatu tradisi kebiasan yang dilakukan oleh
manusia sebagai makhluk social. (soerjono soekanto,2014; 5).
Tentu tidak terlepas dari yang namanya tsansaksi jual beli, Pada prinsipnya
hukum muamalah adalah boleh[1]
kecuali ada dalil yang mengharamkannya.Tentu hal ini tidak dapat dipungkiri
bahwa dalam transaksi yang dilakukan sedikit banyak terdapat kekeliruan atau sesuatu
yang tidak sesuai dengan syaratdan ketentuan kaedah jual beli.Terlebih dalam
jual beli buah-buahan yang belum matang, dimana ada didalamnya terdapat larang
yang tegas dijelaskan oleh Nabi SAW. Adapun hadis-hadis yang terkait dengan
jual beli ini adalah sebagai berikut:
1.
Larangan
jual beli buah buahan yang belum masak
حدثنا أبو النضْر حدثنا زُهَيْرٌ حدثنا أبو الزبير عن جابر قال : نَهَى – أو نهانا – رسول الله صلى الله
عليه وسلم عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى تَطِيْبَ
Artinya: “Bahwa Rasulullah SAW. melarang kami menjual
buah-buahan sebelum masak.
a.
Mufradad
Melarang : نَهَى
Jual beli : بَيْعِ
Baik : تَطِيْبَ
b.
Qawa’id
Dalam hadis ini ada beberapa qa’idah nahwu yang sederhana
dapat penulis paparkan yaitu terkait dengan lafadz حَتَّى
تَطِيْبَ. Lafadz ini tersusun
dari kalimat huruf (harfu nasbin),
kalimat fi’il beserta fail yang mustatir.
2.
Larangan
menjual buah buahan yang belum nyata baiknya
حدثنا عبد الله بن يوسف أخبرنا مالك عن نافع عَنْ
عَبْدِ اللّهِ بْنِ عُمَرَ آَنَّ رَسُوْلَ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَ
سَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّماَرِ حَتَّى يَبْدُ وَصَلاَ حُهَا نَهَى الْبَائِعَ وَالْمُبْتَاعَ
Artinya:
Nabi SAW melarang kita menjual
buah-buahan yang belum jelas baiknya. Larangan tersebut berlaku pada penjual
dan pembeli
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال رسول الله صلى الله عليه وسلم لا تبايعوا الثمار حتى يبدو
صلاحها.
Artinya: Janganlah
kalian berjual beli buah-buahan yang belum jelas baiknya
a.
Mufradad
Bagus/baik : صَلاَ حُ
Penjual :
الْبَائِعَ
Pembeli : الْمُبْتَاعَ
b.
Qawaid
Contoh qawaid sederhananya pada lafadz آَنَّ رَسُوْلَ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى, disini terdapat anna yang
menasabkan isim dan merafa’kan khabar.Dalam hal ini khabarnya berupa jumlah
fi’liyah.
3.
Hadis tentang tolak ukur matangnya buah-buahan.
حدثني أبو ألطاهر و أخبرنا إبن وهب أخبرني مالك عن
حُمَيْد الطويل عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ أَنَّ
رَسُولَاللّهِ صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعٍ الثَّمَرة حَتَّى تُزْهِيَ :قِاَ لَوا وَمَاتُزْهِي؟ قَالَ حَتَّى يحْمَرّ, قال إذا
منع الله الثمرة فبم تستحل مال أخيك؟
Artinya: Nabi
SAW melarang jual beli buah-buahan hingga tampak merah; para shahabat bertanya
tentang artiتُزْهِي, Nabi menjawab : Berwarna merah, Nabi bersabda pula apabila
Allah menimpakan bencana atas buah itu, maka dengan apa engkau menghalalkan
harta saudara engkau?.
a.
Mufradad
Melarang/mencegah : منع
Menghalalkan : تستحل
b.
Qawa’id
contoh Qawa’id
dalam hadis ini penulis mengambil lafadz
فبم تستحل مال أخيك. Dimana lafadz ini terdapat jumlah fi’liyah (terdiri dari fiil
dan fa’il serta maf’ul bihnya) disamping itu juga ada tarkib idhafiyah.
B.
Isi kandungan hadis
Jual beli buah-buahan yang belum
matang, sebenarnya ada kaitannya dengan jual beli ijon yaitu pengambilan hadis
yang sama, akan tetapi ada sedikit perbedaan dalam perakteknya. dalam masalah
ini ulama berbeda pendapat, ada yag beranggapan jual beli buah-buahan yang belum
matang hukumnya adalah bathal secara muthlaq, kemudian ada pula yang yang
mengatakan boleh jika disyaratkan harus dipetik, maka hal ini tidak mengapa,
akan tetapi jika tidak disyaratkan demikian maka tetap bathal.[2]Berikut
penjelasannya.
Berdasarkan hadis yang penulis paparkan diatas
bahwa jelas nabi melarang hal tersebut dan ulama juga sepakat jual beli
buah-buahan ini dilarang oleh syari’at,
hukumnya haram, karena jual belinya fasid (rusak), dengan konsekwensinya adalah
uang yang diterima penjual adalah uang yang
haram dan barang yang diterima pembeli barang yang tidak halal (dia
mendapatkan keuntungan dari itu). Bahkan ada yang mengatakan bathil secara
muthlaq oleh Ibnu Abi Laili dan al-Tsaury.[3]
Ulama tidak serta merta dalam menetapkan sebuah hukum. Dalam hal
ini tentu ada yang mendasari terjadinya hukum tersebut (illat). Adapun yang
mendasari hukum jual beli buah-buahan yang belum matang adalah karena besar
terjadinya gharar (penipuan, atau
tindakan yang bertujuan untuk merugikan orang lain). Gharar adalah sesuatu yang
tidak diketahui bahaya dikemudian hari, dari barang yang tidak diketahui
hakikatnya.[4]Artinya bisa untung besar dan bisa rugi besar, yang mana
dalam hadis ini objeknya adalah sipenjual dan pembeli.
Sedangkan pendapat imam syafi’I ,
imam Ahmad bin Hanbal dan jumhur ulama dan riwayat imam malik mengatakan hukum
jual beli buah-buahan yang belum matang adalah bathil dengan catatan apa
bila tidak di potong seketika, akan tetapi jika dipotong seketika itu maka
dihukumi tidak bathil. artinya larangan ini tidak menjaddi muthlaq,
dikecualikan dalam hal ini ijma’ ulam’ (bisyarthi al-qath’i fil hal) dipotong seketika itu atau di sabit (jazztan-jaztan)
atau di petik(laqthah-laqthah).[5]artinya
dipanen pada waktu belum matang dengan syarat langsung dipetik atau diambil
sekaligus tanpa menunda-nunda.
C.
Studi kasus
Terkait dengan tema makalah ini,
sangat banyak fenomena-fenomena yang terjadi dikalangan kita dimana masyarakat
yang aktif dalam melakukan transaksi jual beli, baik untuk kebutuhan pribadi,
keluarga, dan lain sebagainya. Terlepas dari itu salah satu problem bagaimana
hukum jual beli bibit pohon yang ada buahnya, seperti bibit pohon mangga, pohon
durian, pohon sawo dan lain-lain. Yang menjadi daya tariknya adalah pohon
tersebut sudah berbuah (mentah). Nah bagaimana hukum jual beli ini, jika
direlevansikan dengan hadis diatas?. menurut penulis pada dasarnya hukum jual
beli adalah mubah, akan tetapi melihat kasus ini, yang perlu digarisbawahi
adalah apakah sipembeli membeli buahnya, atau pohonnya, atau buah beserta
pohonnya. Artinya tergantung maqashidnya (tujuan), jika pembeli membeli pohon dan buahnya dengan
tidak bermaksud tidak berharap untuk memanfaatkan buahnya. Akan tetapi jika
membeli buahnya maka syarat yang harus
dipenuhi adalah harus dipetik atau dipisahkan dari pohonnya.
D.
Takhrij
Berdasarkan analisis yang penulis
lakukan dalam menelusuri hadis-hadis terkait jual beli buah-buahan yang belum
matang melalui kitab miftah kunus
al-sunah, dan beberapa aplikasi,
seperti maktabah syamilah dan jami’
kutub al-tis’ah , al-mausu’atul hadis, maka hasilnya adalah berikut
ini:
1.
Hadis
pertama, dalam pentkhrijan hadis ini penulis menggunakan aplikasi jami’ kutub al-tis’ah, dengan kata kunci عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى تَطِيْبَ, maka hadis ini ditemui dalam kitab Musnad
Ahmad bin Hanbal; Musnad Jabir bin Abdullah Ra, juz 22 halaman352, 357.
Nomor hadis 14.466,14.350.
2.
Hadis
kedua, Matan hadis ini diriwayatkan oleh jamaah ahli hadis (akhrajahu al-Jama’ah), maksdnya
adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari, Imam
Muslim, Abu Daud, al-Turmudzi, al-Nasa’I dan Ibnu Majjah.pada hadis kedua ini
penulis melakukan pentakhrijan dengan kata kunci نهى
عن بيع الثمر, maka
ditemukanlah sebagai berikut:
a.
shahih
Bukhari : kitab al-Buyu’, bab bay’i al-tsimar qabla an yaabduwa shalahuha , nomor
hadis 2.194, 2.183, 2.198, 2.247, 2.249.
b.
shahih
muslim :kitab al-Buyu’, bab al-Nahyu ‘an bay’I al-tsimar qabla buduwwi
al-shalahiha, nomor hadis 1.534, 1.535, 1.538.
c.
Sunan
Abu Daud :kitab al-Buyu’ wa al-Ijarat, bab fii bay’’I al-tsimari qabla an
yabdua shalahuha, nomor hadis 3.367, 3.368.
d.
Sunan
al-Turmudzi (juz 2 halaman 510) :abwabu al-buyu’ an Rasulillah SAW, bab
karahatu bay’I al-tsamrati hatta yabdu shalahuha. Nomor hadis1.226, 1.227.
e.
Sunan
al-Nasa’I (juz 7 halaman48) : kitab Muzara’ah,bab dzikru al-ahadis
al-mukhtalifati fii l-nahyi an kira’I al-ardhi bi al-tsulutsi, wa al-rub’I wa
ikhtilafu alfadzi al-naqiliina lilkhabar. Nomor hadis 3.921, 4.519, 4.520,
4.521, 4.522, 4.551.
f.
Sunan
Ibnu Majjah (juz 3 halaman 558), kitab al-Tijarah; bab al-Nahyu ‘an bay’I
al-tsimar qablaan yaabduwa shalahuha. nomor hadis 2.214, 2.284.
3.
Hadis
ketiga ini metode yang penuمis gunakan dalam
melacak hadis ini yaitu metode berlandaskan pada kata-kata yang terdapat dalam
matan hadis, baik berupa kata benda maupun kata kerja.[6]
dengan kata kunci وما تزهي, maka hadis tersebut ditemukan dalam Shahih Muslim (juz 5
halaman 29);, kitab al- musaqah bab wadh’u jawa’ih, nomor hadis
1.555. selain itu juga terdapat hadis-hadis yang terkait dengan pembahasan ini
adalah sebagai berikut:
a.
Shahih
Bukhari (juz 2 halaman 127); kitab al-zakat, bab man ba’a tsimarah wa qad
wajaba fiihi al-‘usyl, nomor hadis 1.488, 2.195, 2.197, 2.198, 2.207,
2.208.
b.
Sunan
Abu daud (juz 3 halaman 432); kitab al-buyu’wa al-ijarat bab fii baiy’I
al-tsimar qabla an yabduwa shalahuha, nomor hadis 3.371
c.
Sunan
al-Tirmidzi (juz 2 halaman 551); abwab al-buyu’ an Rasulilillah SAW, bab
karaahiyatu baiy’I al-tsamrati hatta yabdu shalahuha, nomor hadis 1.228.
BAB III
PENUTUP
A.
Simpulan
Berdasarakan materi yang penulis
paparkan diatas, maka dapat diambil benang merahnya, bahwa jual beli buah-buahan yang belum matang dalam hadis ini
jelas nabi melarangnya, dikarenakan didalamnya terdapat unsur gharar yang
besar. Akan tetapi ulama berbeda pendapat dalam hal ini, ada yang mengharamkan
secara muthlaq oleh Ibnu Abi Laili dan al-Tsaury dan adapula yang tidak
mengharamkannya dengan syarat dipetik seketika itu, sebagaimana pendapat syafi’I
, imam Ahmad bin Hanbal dan jumhur ulama dan riwayat imam malik.
Dalam pentakhrijjan hadis ini
penulis lakukan melalui beberapa media, yaitu aplikasi jami’ kutub
al-tis’ah, maktabah syamilah, dan kitab miftah kunus al-sunah, dan
lain lain.
DAFTAR PUSTAKA
A. Qadir,
Hamidy, Hassan Mu’ammal dkk. 2001. Terjemah Nailu al-Authar.Surabaya: Pt
Binomo Ilm.
Abi al-Naja
Musa bin Ahmad al-Hajjawy al-Shalihy. Zadul Mustaqni’ fi I Khtishar al-Miqni’. Saudi: daru ibn Jauzy.
al-Asqalaniy, Ibn Hajar. 2012. Ibanatul Ahkam Syarah
Bulughul Maram. Darul Fikri : bayrut Lebanon.
Hakim, Abdul
Hamud. Munbadi Awaliyah. Jakarta: Sa’adah Putra.
Khairi,
Miftahul. 2017. Ensiklopedia Fiqih Muamalah Dalam Pandangan Empat Madzhab.
Yogyakarta: Maktabah al-Hanif.
Soekanto,
Soerjono. 2014. Sosiologi Ilmu
Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Solahudin, Agus
dan Suyadi, Agus.2008. Ulumul Hadis. Bandung:
Pustaka Setia.
[1]الأصل في الأشياء الإباحة
(hukum ashal (pada dasarnya) segala sesuatu itu diperbolehkan), buka mubadi
awwaliyyah, hlm. 47
[2]A.
Qadir Hassan, Mu’ammal Hamidy dkk,TerjemahNailu al-Authar,(Surabaya: Pt
Binomo Ilm),hlm. 1.698.jilid 4.
[3]
Ibn Hajar al-Asqalaniy, Ibanatul
Ahkam Syarah Bulughul Maram, ( Darul Fikri : bayrut Lebanon , 2012), hlm.
96.
[4]Miftahul
Khairi, Ensiklopedia Fiqih Muamalah Dalam Pandangan Empat Madzhab,
(Yogyakarta: Maktabah al-Hanif, 2017), Hlm.37.
[5]
Abi al-Naja Musa bin Ahmad al-Hajjawy al-Shalihy, Zadul Mustaqni’ fi I Khtishar al-Miqni’, (Saudi: daru ibn
Jauzy ), Hlm.110.
[6]
Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia,
2008), hlm. 198.
No comments:
Post a Comment