Tuesday, December 31, 2019

TERIAKAN MAUT FANATISME


TERIAKAN MAUT FANATISME KEBENARAN
M. ikmal Mahasiswa  Jurusan Ilmu Hadis IAIN Pekalongan dan Infokom Himpunan Mahasiswa Sumatra (Himara)


Tidak asing lagi santapan public saat ini, banyak sekali orang yang menyalah-nyalahkan atau memberikan kritikan pedas dihadapan khalayak umum dengan tanpa klarifikasi yang jelas. Semua informasi dapat diakses sedemikian rupa tanpa perlu memperhatikan ruang dan waktu, sehingga siapapun berhak memberikan kritik dan saran. Akan tetapi perlu digaris bawahi adalah bagaimana kritik yang membangun bukan melecehkan apalagi  memprovokasi.
Belakangan ini banyak umat islam yang di sibukan dengan bentrok kontroversi antar golongan yang mengakibatkan faham fanatisme diantara golongan tertentu. Ada yang ekstrim kanan, ekstrim kiri dan adapula yang berfikiran tengah-tengah (washathiyah). Inilah relita yang berlaku di era saat ini.
Public disibukkan dengan esensi kebenaran, antar golongan muhammadiyah, Nahdhatul Ulama, FPI, Persis dan lain sebagainya. Ada salah satu tokoh fenomenal dari kalangan  NU, yaitu Gus Muafiq. Dalam pidatonya mengandung unsur ejekan( hinaan) terhadap Nabi Muhammad. Yang memicu paham yang berbeda-beda terlebih Justifikasi dari kalangan FPI yang tidak terima dengan hal tersebut. Akan tetapi ada sebagian golongan menerima dan tidak terlalu lebay (berlebih-lebihan) dalam memhami statetmen dari tokoh tersebut.
Sosok Nabi Muhammad
Berbicara tentang Nabi Muhammad SAW. Tidak ada habis-habisnya, karena telah diakui beliau adalah orang yang paling mulia,akhlaknya dan paling elok kejadiannya (fisiknya). Sehingga tidak ada satu orangpun di dunia ini dapat membandingi beliau bahkan memandangpun bak meliahat rembulan begitu silau namun indah untuk dinikmati. Dan tidak dapat digambarkan oleh media apapun. Begitu banyak kisah –kisah beliau dan pujian yang diberikan kepada manusia paling agung ini (Nabi Muhammad) dan diabadikan dalam kitab-kitab klasik sperti al-barzanji, maulid al-dhiba’, simthudduror, qasidah burdah, dan lain sebagainya. Tidak hanya itu, juga ada buku yang dikarang oleh Micheal Hart, ia adalah seorang sejrawan sekaligus penulis buku tersohor di Amerika Serika , salah satu karangannya ialah the 100  (seratus orang yang berpengaruh didunia sepanjang sejarah)  dan menempatkan Nabi Muhammad diposisi pertama. (https://bincangsyariah.com/khazanah/ini-alasan-micheal-hart-jadikan-nabi-muhammad-100-tokoh-berpengaruh-nomor-wahid-didunia/) .
Tentu hal ini membingungkan umat. Padahal jika kita kembali kepada zaman baheula  tentang kaum Nasrani dan kaum yahudi yang mereka berbeda pendapat tentang kelahiran Nabi Isa. Bagi kaum Yahudi, mustahil ada seorang anak tak ada bapaknya. Oleh karena itu mereka menyimpulkan berdasarkan prasangka bahwa pasti ada seorang laki-laki yang menghamilinya.  Kaum Yahudi menyebutnya "Anak Haram" dan menuduh Maryam telah berzinah dengan seorang laki-laki(Q.S Maryam: 28).  Sementara kaum Nasrani tahu benar bahwa Maryam merupakan wanita suci yang selalu menjaga akhlak terlebih kehormatannya. Oleh karenanya jika ia hamil dan melahirkan anak sudah dapat dipastikan bahwa ia bukan anak manusia biasa, ia adalah anak Tuhan (Q.S At Taubah: 30)
Kalu begitu, sebagai hasil dari refleksi pemaham kedua kaum tersebut adalah bahwasanya jauh sebelum Nabi Isa AS, telah ada Nabi yang dilahirkan tanpa bapak dan ibu yaitu Nabi Adam AS. Nah jika mereka (Nsrani) mengatakan Nabi isa sebagai anak tuhan karena dillahirkan tanpa bapak, justru logika ini tidak tepat. Begitu juga sebaliknya kaum Yahudi yang mengatakan Nabi Isa adalah anak haram karena dilahirkan tanpa bapak.
Fanatisme Kebenaran
Terlepas dari itu, memang ada sekelompok ummat islam memandang Rasulullah SAW hanyalah  manusia biasa, bahkan  segala peninggalan beliau pun dimusnahkan karena dianggap tak memiliki nilai barakah sama sekali (paham wahabisme). Kemudian ada pula kelompok lain memandang Rasulullah SAW denga sudut pandang yang over sampai-sampai menyifatinya dengan sifat seperti Tuhan. Pada prinsipnya semua telah tertera didalam nadzam (syi’ir atau bait) aqidatul awam karya  Ahmad Marzuki bahwa diceritakan didalamnya dua bait yang penulis kutip sebagai berikut:

أرسل انبيا ذوي الفطانة # بالصدق والتبليغ والأمانة
وجائز في حقهم من عرض# بغير نقص كخفيف المرض


Dari bait itu dapat dipahami bahwa Nabi Muhammad mempunya sifat-sifat yang wajib yang melekat padanya yaitu shidiq,  amanah, tabligh dan fathanah, selain itu ada hal-hal yang sewajarnya ada pada Nabi seperi makan, minum, tidur, sakit dan sebagainya.
Dari sini jelas bahwa, klaim yang dilakukan oleh golongan tertentu yang menyebabkan kefanatikan serta menimbulkan keresahan entah mana asumsi yang benar. Tentunya juga tidak terlepas dari penyalah gunaan media sosial yang sok-sok religi. Religi dalam artian yang meiliki relevansi dengan  suatu sistem keyakinan masyarakat bersahaja  sebagai produk budaya (Adeng Muchtar Ghazali, 2011: 3).
Dalam kondisi seperti ini tentu tidak ada yang perlu disalahkan, karena pada hakikatnya nilai kebenaran tidak datang dari manusia, yang ada hanyalah mendekati benar, sedangkan yang paling benar jelas takkan ada. wajar jika kemudian muncul orang-orang yang berfikir pertengahan (washathiyah). Kelompok ini berpandangan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah manusia yang kepadanya dilekatkan segala atribut kemanusiaan. Inilah Akidah Ahlus Sunnah Wal Jama'ah yang berfikir secara moderat.




Wednesday, December 18, 2019

BUDAYA BERPAKAIAN MAHASISWA YANG KONSUMTIF MEREK (BRAND)





FENOMENA TRANSFORMASI BUDAYA BERPAKAIAN MAHASISWA YANG KONSUMTIF MEREK (BRAND) PERSPEKTIF TEORI JEAN BAUDRILLARD 



Disusun Oleh : 

M. Ikmal :(3218024) 

JURUSAN ILMU HADIS 

FAKULTAS USULUDDIN ADAB DAN DAKWAH 

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN 

TAHUN AKADEMIK 

2019 



BAB I 

PENDAHULUAN 

A. Latar Belakang 

Diera saat ini tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan zaman dan teknologi mempengaruhi pola pikir masyarakat. Dimana mereka lebih mementingkan eksistensi daripada esensi. Sehingga memambawa budaya baru yaitu budaya konsumtif. Budaya ini adalah efek dari perkembangan zaman dan kemajuan teknologi. Namun kebiasaan ini tidak relevan atau berbenturan dengan realita, diamana mekanisme yang terjadi dengan yang dirasakan ada senggang tenggang rasa. Sebagian masyarakat elit (ekonomi yang berkecukupan) sering termanipulasi dengan hal ini dibandigkan dengan masyarakt yang ekonominya tingkat medium (menengah) atau bahkan dibawah rata-rata 

Keresahan inipun tidak hanya terjadi disebagian masyarakat namun juga sudah menular dikalangan Mahasiswa. Sebagian mahasiswa baik yang elit maupun tidak telah terpengaruhi dengan budaya konsumtif. Yang tersirat dari makna konsumtif bagia mahasiswa adalah mereka yang mengkonsumsi brand atau merek dari jenis apapun yang diinginkan untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Termasuklah produk fhasion seperti ikat pinggang, sepatu, topi, tas, kaus kaki, pakaian, hijab, serta telepon genggam (android/ ios) dan lain-lain.[1]

Inilah alasan yang menejadikan mahasiswa berprilaku konsumtif terhadap brad tertentu. selain alasan tersebut, mahasiswa lebih mementingkan keinginan daripada kebutuhan. Yang tentu konsekuensinya adalah ketidak seimbangan. Banyak mahasiswa yang rela menabung uang sakunya demi untuk membeli barang yang ia inginkannya, bahkan rela sampai meminjam (berhutang) uang temannya. Budaya ini juga dapat diartikan sebagai simbolisme mahasiswa yang ingin tampil beda, menentukan jati diri mereka tanpa memperhatikan Konsekuensi dari kegagalan mempertimbangan mana motivasi antara keinginan dan kebutuhan. 

Terlepas dari itu, banyak barang yang terbeli yang sebenarnya tidak terlalu dibutuhkan atau seharusnya berada dalam prioritas di bawah kebutuhan lain yang sesungguhnya. Sebenarnya yang diingingkan dari mahasiswa adalah kepuasan sebagai citra. Diamana eksistensi lebih diprioritaskan daripada esensi, contohnya mereka berfoto dengan mengenakan atribut yang ada merek tertu, kemudian menguploadnya di sosmed. Pada hakikatnya iia ingin menampakan apa yang dikenakannya dalaam post foto tersebut tanpa mempehatikan nilai gunanya. 

Gaya hidup yang sudah membudaya dikalangan Mahasiswa dewasa ini, seolah-olah tidak dapat dipungkiri. Sulit rasanya untuk dikendalikann karena nilai keingianan dan citra terhadap produk lebih tinggi daripada rasionalitas dalam menakar nillai guna suatu produk. 

Untuk merefleksi fenomena-fenomena mahasiswa yng konsumtif terhadap brand atau merek suatu produk. Maka menjadikan semangat penulis dalam meneliti, menganalisis dan membahas dalam makalah ini dengan salah satu tinjauan teori yang digunakan adalah teori yang disajikan oleh Jean Paul Baudrillard tentang masyarakat konsumtif. Dalam makalah ini akan disinggung secara sederhana tentang hal itu. 



B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang penulis paparkan ddiatas, maka rumusan masalahnya addalah sebagai berikut 

1. Bagaimana biografi Jean Baudrillard ? 

2. Bagaimana pemikiran Jean Baudrillard tentang simulasi dan hiperealitas? 

3. Apa definisi merek? 

4. Bagaimana dampak mahasiswa yang konsumtif merek (brand) 





C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 

Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini mempunyai tujuan dan manfaan didalamnya, diantaranya yaitu: 

1. Tujuan penelitian 

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pemikiran Jean Baudrillard terutama mengenai budaya mahasiswa yang konsumtif terhadap Merek (brand) 

2. Manfaat Penelitian Penelitian ini terdapat dua unsur, antara lain sebagai berikut: 

a. Manfaat teoristis 

Secara teoritis Sumber bahan bacaan mengenai pemikiran Jean Baudrillard tentang teori simulasi dan hiperrealitas yang telah direlevansikan dengan kebiasan Mahasiswa konsumtif komoditi bermerek (brand). Dengan adanya teori tersebut diharapkan dapat memberikan sumbangsi pemikiran dalam sesuatu yang realitas dan semu, ditinjau dari teori Jean Paul Baudrillard. 

b. Manfaat praktis 

Adapun manfaat praktis Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi dan acuan perbandingan pada Mahasiswa yang konsumtif terlebih bagi masyarakat dan khalayak banyak. 

D. Metodelogi Penelitia 

Dalam penelitian ini, jenis penelitian yang akan digunakan oleh penelitian dalam makalah ini adalah penelitian jenis library research atau riset kepustakaan. Library research lebih dari sekedar kerangka penelitian, atau memperoleh informasi penelitian yang sejenis, memperdalam kajian teoritis, atau memperdalam metodelogi.[2] mengumpulan data pustaka yang diperoleh dari literatur, dokumen dan referensi yang berhubungan dengan judul makalah. Maka Peneliti dalam hal ini mengambil beberapa referensi yang berkaitan tentang pemikiran Jaen Baudrillard tentang simulasi dan hiperrealitas yang dikorelasikan dengan kebiasaan Mahasiswa yang konsumtif brand atau merek. Juga terdapat penunjang berupa buku-buku yang bersangkutan dengan judul, jurnal, artiel dan karya tulis yang lainnya yang berhubungan dengan judul Makalah[3]

Selain metode tersebut peneliti juag melakakukan analisis kualitatatif yang lebih ditekankan pada interview (wawancara) dengan salah satu mahasiswa IAIN Pekalongan terkait tema Mahasiswa Konsumtif Merek. 

E. Sistematika Penulisan 

BAB I berisikan pendahuluan yang meliputi: latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian, dan sistematika penulisan. 

BAB II merupakan landasan teoritik yang mengkerangkai analisis dalam penelitian ini, yakni pemikiran Jean Baudrillard tentang simulasi dan hiperrealitas Mahasiswa konsumtif merek (brand), Bab ini diawali dengan biografi Jean Baudrillard, pemikiran Jean Baudrillard membahas simulasi dan hiperrealitass yang menyinggung tentang Mahasiswa konsumtif merek (brand) dalam suatu produk yang pada akhirnya hilangnya realitas menjadi hiperrealitas di dalam masyarakat, kemudian pengertian merek dan terakhir bagaimana dampak mahasiswa yang konsumtif merek (brand). 

BAB III adalah bagian akhir dari struktur penelitian ini yang berisi; simpulan dan saran kemudian dilengkapi dengan Daftar Pustaka. 








BAB II 

PEMBAHASAN 

A. Biografi 

Jean Baudrillard atau biasa dikenal dengan Baudrillard seorang sosiolog asal Prancis yang terkenal dengan pemikirannya yang radikal, kontemporer politik dan seorang fotografer yang lahir di Reims, pada 5 Januari 1929. Dibesarkan dalam keluarga kelas menengah kebawah, kedua orantuanya berasal dari keluarga petani yang kemudian pindah kekota Prancis dan bekerja sebagai pegawai di Dinas Pelayanan Masyarakat (DPM). Tetapi kelurga Jean Baudrillard berada dalam transisi kehidupan kota dan bekerja sebagai pegawai negeri atau birokrasi daerah. Lingkunganya bukanlah lingkungan keluarga intelektual, dan Baudrillard bekerja keras di Lycee untuk mengatasinya, sebagai orang pertama dalam keluarganya untuk melakukan karya intelektual serius.[4]Baudrillard adalah salah satu filusuf postmodernis, sosiolog Prancis, fotografer dan komentator politik post-strukturalis dan post-modernis. 

Baudrillard adalah filsuf yang lebih memusatkan perhatiannya pada metafisika dan epistemologi. Yang sedikit berbeda dengan filsuf lainnya (prostmodernisme). Ia juga lebih memilih kebudayaan sebagai medan pengkajian2. Dia adalah orang pertama yang dapat melanjutkan ke universitas tertinggi di keluarganya yang kemudian menjadi profesor intelektual dan sosiologi yang terkenal di dunia. 

Dari sekedar baccalaureat (istilah Bahasa Prancis adalah untuk tingkatan SMA). Padahal bessar harapannya untuk masuk Ecole Normale Superieure (tempat banyak cendekiawan Prancis belajar), dia pernah belajar sastra Jerman di Universitas La Sorbonne di Paris, pekerjaan pertama yang didapatnya adalah sebagai guru SMA dia mengampu pelajaran Bahasa Jerman, ia juga pernah mengajar sosiologi dan menyelesaikan tesis dalam bidang sosiologi bersama Henri Lefebvre di Universitas of Nanterre tidak jauh dari Paris pada tahun 1966.[5] Baudrillard merupakan seseorang yang sangat produktif di dalam hidupnya untuk menghasilkan karya-karyanya kurang lebih sampai ia berumur 70 tahun. 



B. Pemikiran Baudrillard 

Pada era ini, semua aktifitas manusia telah dipengaruhi oleh teknologi dan media sosial, sehingga kebanyakan orang menggunaakan simulasi simbol, citra, dan lain sebagainya dalam eksistensi. Simbol adalah sesuatu yang mewakili dari esensi yang mana didalam simbol tersebut terdapat nilai tersendiri sedangkan citra menurut kamus KBBI diartikan sebagai angan-angan, cerminan, fantasi, ikon, imaji, pemahaman kesan yang timbul karena pemahaman akan suatu kenyataan dan arti yang serupa dengan yang demikian. Adapun makna citra itu sendiri merupakan suatu keinginan yang ingin disampaikan oleh seseorang tentang kesan kenyataan untuk mendapatkan kepercayaan. Nah pada dasrnya penulis ingin menyajikan teori Jean Baudrillard yang ditekankan pada teori Simulasi dan Hiperealitas. 

Simulasi adalah mewujudkan kenyataaan melalui bentuk konseptual atau sesuatu yang berhubungan dengan realitas yang tidak dapat dilihat kebenarannya dalam kenyataan. Kemudian dari prose simulasi ini akan mengarah kepada silumacra (ruang dimana mekanisme simulasi berlangsung) atau reproduksi objek dan peristiwa”. Kaburnya perbedaan antara tanda dan realitas, maka semakin sulit membedakan yang tulen atau asli dengan barang tiruan.[6]

Dalam masyarakat simulasi merupakan suatu perubahan yang real (nyata) menjadi tidak real atau dapat diartikan ssebagai tiruan terhadapa suatu yang nyata sebagai simbol atau tanda. Berapa banyak iklan-iklan di televisi yang menayangkan artis-artis model yang memperagakan iklan komoditi seperti, celana jeans merek Levis, Lea, Warengler,dan lain-lain memiliki relevansi dengan simulasi yang membangun citra, nilai, dan makna kehidupan sosial, budaya, serta politik. 

Baudrillard mendeskripsikan lebih jauh pemikirannya tentang kedudukan konsumsi dalam masyarakat konsumer. Menurutnya, konsumsi kini telah menjadi faktor fundamental( bersifat pokok) dalam hubungannya dengan spesies manusia . Baudrillard menyatakan bahwa mekanisme sistem konsumsi pada dasarnya berangkat dari sistem nilai-tanda dan nilai-simbol, dan bukan karena kebutuhan atau hasrat mendapat kenikmatan (Baudrillard, 1970: 47). Filosofi Jean Baudrillard berdiri di atas konsep simulasi dan hiperealitas, yang mengacu pada sifat tidak realistis dari budaya modern. Dalam dunia komunikasi massa dan konsumsi dewasa ini, semua perasaan dan emosi kita disimulasikan melalui cara yang tidak wajar. Kita tetap tidak menyadari kenyataan karena kita tidak mengalaminya sendiri, tetapi melihatnya melalui lensa dan sudut pandang orang lain. Bagi Baudrillard, kenyataan di dunia saat ini bukanlah apa yang dapat direproduksi, tetapi sesuatu yang telah direproduksi. Inilah yang dia sebut hiperealitas apapun yang disimulasikan sepenuhnya.[7]



Dalam situasi seperti ini, maka silogismenya adalah segala sesuatu dapat ditentukan oleh relasi tanda (simbol), citra, dan kode. Maka jika demikian identitas seseorang tidak lagi ditentukan oleh dirinya, melainkan tanda yang melekat padanya. Disinilah batas antara simulasi dan kenyataan menjadi tercampur aduk sehingga menciptakan hyperreality dimana yang nyata dan yang tidak nyata menjadi tidak jelas. Yaitu makna untuk mempersifatkan bagaimana kesadaran mendefinisikan "kenyataan" sejati di dunia, di mana keanekaragaman media dapat -secara mengakar- membentuk dan menyaring kejadian atau pengalaman sesungguhnya sebagai simiotika (tentang tanda-tanda dan proses, indikasi, penunjukan, kemiripan, analogi, metafora, simbolisme, makna, dan komunikas).yang menurut Jean Baudrillard adalah mempertentangkan simulasi dan representasi.[8]



1. Definisi merek 

Tanda atau simbol merupaka hal yang cukup penting diperhatikan dalam pemasaran komoditi . bahkan setiap perusahaan sangat memerlukan nama ataupun simbol yang digunaan untuk menawarkan atau mempromosikan bisnisnya, meskipun ada sebagian kecil menganggap hal itu tidak terlalu penting. Karena simbol-simbol dalam artian bisnis disebut merek (trademark) dalam pemasaran komoditi merupakan jasa yang berharga dalam mengenalkan barang kepada khalayak banyak.[9]

Definisi standar dari American Marketing Association (AMA) yang dirumuskan pada tahun 1960 menyatakan bahwa merek adalah nama, istilah, simbol, atau desain, meupun kombinasi di antaranya dimaksudkan untuk mengidentifikansikan barang atau jasa seorang penjual atau sekelompok penjual dan membedakannya dari barang atau jasa para pesaing.[10]

Merek memiliki distingtif yang lebih luas dari pada produk yaitu citra pengguna produk, country of origin, asosiasi perusahaan, brand personality, simbol-simbol dan hubungan merek/pelanggan. Selain itu merek juga dapat menghantarkan manfaat tambahan seperti manfaat ekspresi dari pengguna dan manfaat emosional.[11]

Merek ini tentu memiliki daya tarik tersendiri bagi masyarakat yang didesai sedemikian rupa oleh produsen. Dan pada akhirnya dari merek ini menjadikan simbol sebagai karakteristik konsumen. Yang dalam hal ini dimanfaatkan oleh pihak tertentu, dimana masyarakat tidak lagi memperhatikan efeknya. Sebagian besar masyarakat dengan kecukupan materi terjebak dalam hal ini. Optimisme akan kesejahteraan ekonomi masyarakat yang berlebihan tersebut sebagian besar seolah berakhir dengan kesenjangan lebih tinggi antara masyarakat dengan ekonomi yang kurang baik dengan mereka yang tidak dapat menyesuaikan diri menghadapi persaingan kapitalisme global. Konsekuensinya adalah banyaknya ketimpangan yang terjadi. Perkembangan masyarakat konsumen ini merupakan salah satu hasil dari fenomena global tersebut. Gaya hidup yang berlebih-lebihan semakin dikuatkan dengan dukungan berbagai kemajuan teknologi, termasuk perkembangan pasar yang seolah dapat dengan mudahnya mengendalikan minat masyarakat.[12]



2. Dampak Mahasiswa yang konsumtif merek (brand) 

Dampak atau efek bagi mahasiswa yang konsumtif terhadap brand baik lokal maupun non lokal, berdasarkan wawancara yang penulis lakukan. Ada besar kemungkinan efek ysng diberiksn oleh merek atau brand dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu dampak positif dan negatif. Addapun efek positifnya adalah menambahkan kepercayaan diri (PD), menjaga harga diri, menjaga gengsi, membentuk jati diri. Sedangkan dampak negatifnya bagi mahasiswa konsumtif adalah ketergantungan.[13]

Sebgai refleksi dari fenomena bagi mahasiswa yang konsumtif merek (brand) menrut Baudrillard, sebenarnya yang dikonsumsi oleh mahasiswa adalah tanda atau simbol saja yang mana mereka merupan penikmat simbol yang lebih menekankan eksistensi daripada esensi (kegunaan atau manfaat) dari produk yang mereka kenakan yang disebarkan oleh iklan-iklan. Apa yang dibeli dari merek peoduc tersebut tidak lebih hanyalah tanda. 






BAB III 

PENUTUP 

A. Simpulan 

1. Baudrillard adalah salah satu filusuf postmodernis, sosiolog Prancis, fotografer dan komentator politik post-strukturalis dan post-modernis. yang lahir di Reims, pada 5 Januari 1929 di Reimes Prancis. 

2. Pemikiran Jean Baudrillard adalah pada simulasi dan hiperealitas yang menyinggung terhadap masyarakat konsumtif. Dalam penelitian ini penlis mengindikasikan pada Mahasiswa yang konsumtif terhadap merek (brand). Baudrillard menyatakan bahwa mekanisme sistem konsumsi pada dasarnya berangkat dari sistem nilai-tanda dan nilai-simbol, dan bukan karena kebutuhan atau hasrat mendapat kenikmatan. 

3. Merek adalah nama, istilah, simbol, atau desain, meupun kombinasi di antaranya dimaksudkan untuk mengidentifikansikan barang atau jasa seorang penjual atau sekelompok penjual dan membedakannya dari barang atau jasa para pesaing 

4. Damapak positif bagi mahasiswa konsumtif adalah menambahkan kepercayaan diri (PD), menjaga harga diri, menjaga gengsi, membentuk jati diri. Sedangkan dampak negatifnya bagi mahasiswa konsumtif adalah ketergantungan. 

B. Saran
Dalam makalah ini telah penulis paparkan tentang teori Jean Baudrillar secara sederhana, yang fokus kajiannya pada mahasiswa yang konsumtif merek (brand). Semoga dengan tulisan ini penulis berharap dapat menjadi petunjuk dan gambaran bagi mahasiswa konsumtif, sehingga dapat mengontrol (lebih memprioritaskan kebutuhan daripada keinginan). 

Selain itu, tentunya dalam tulisan ini banyak kekurangan baik dari segi penulisan, pengutipan yang tidak tepat, dan lain sebagainya mohon untuk dikeritik dan solusinya. 




DAFTAR PUSTAKA 



Casavera.2009. 15 Kasus Sengketa Merek di Indonesia, Yogyakarta: Graha Ilmu. 

Chita, David, dan Pali. 2015. Hubungan Antara SelfControl Dengan Perilaku Konsumtif Online Shopping Produk Fashion Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran. Universitas Sam Ratulangi Angkatan 2011. Jurnal e-Biomedik (eBm) , 297302. 

Edkins,Jenny. 2010 Teori-teori Kritis Menantang Pandangan Utama Studi Politik Internasional.Yogyakarta:BACA. 

Ferrinadewi, Erna.22008. Merek dan Psikologi Konsumen. Yogyakarta:Graha Ilmu. 

George Ritzer. 2010. Teori Sosiologi Modern, Terj. Alimandan .Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 

Hasil wawancara pada tanggal 10 Desember 2019. 

Jened, Rahmi. 2015 Hukum Merek (Trademark Law). Jakarta: Kencana. 

Jhon Lechte.2007. 50 Filusuf Kontemporer, Terj. A. Gunawan Admiranto. Yogyakarta: Kanisius. 

Mestika ZEP.2004. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta:Yayasan Obor Indonesia. 

Piliang ,Yasraf Amir. 2004. Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisi Jalasutra. 

Sari, Nur Indah .2017.Pemikkiran Jean Baudrillard Tentang Simulcra Dalam Budaya Meniru Produk Bermerek Menurut Perspektif. UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG . 

Soedrajad, Mochammad Rijaal. Masyarakat Konsumsi diEra Global- Studi Kasus Pengaruh Media dan Kesemburuan Sosial Terhadap Barang Brand, Departemen Filsafat, Universitas Indonesia. 

Sutrisno ,Hadi,. 2002. Motodelogi Research I. Yogyakarta: Andi Offset. 






[1] Chita, David, dan Pali, Hubungan Antara SelfControl Dengan Perilaku Konsumtif Online Shopping Produk Fashion Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Angkatan 2011. Jurnal e-Biomedik (eBm) , 297302. 2015 


[2]Mestika ZEP, Metode Penelitian Kepustakaan, (Jakarta:Yayasan Obor Indonesia, 2004), hlm. 1 


[3] Sutrisno Hadi, Motodelogi Research I, (Yogyakarta: Andi Offset, 2002), hlm. 3 


[4]Jhon Lechte, 50 Filusuf Kontemporer, Terj. A. Gunawan Admiranto, (Yogyakarta: Kanisius,2007), hlm. 352 

20 




[5]Jenny Edkins, Teori-teori Kritis Menantang Pandangan Utama Studi Politik Internasional, (Yogyakarta:BACA, 2010), hlm. 71-72. 


[6] George Ritzer, Teori Sosiologi Modern, Terj. Alimandan , (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2010), hlm. 641 


[7] Nur Indah Sari, Pemikkiran Jean Baudrillard Tentang Simulcra Dalam Budaya Meniru Produk Bermerek Menurut Perspektif, UNIVERSITAS ISLAM NEGERI WALISONGO SEMARANG 2017 ,hlm. 33. 


[8] Yasraf Amir Piliang,Posrealitas: Realitas Kebudayaan dalam Era Posmetafisi Jalasutra. 2004. Halaman 58-59 


[9]Rahmi Jened, Hukum Merek (Trademark Law), (Jakarta: Kencana, 2015), hlm. 3 


[10]Casavera, 15 Kasus Sengketa Merek di Indonesia, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), hlm. 3. 




[11] Erna Ferrinadewi, Merek dan Psikologi Konsumen, (Yogyakarta:Graha Ilmu, 2008), hlm. 137 


[12] Mochammad Rijaal Soedrajad, Masyarakat Konsumsi diEra Global- Studi Kasus Pengaruh Media dan Kesemburuan Sosial Terhadap Barang Brand, Departemen Filsafat, Universitas Indonesia, hlm. 1. 


[13] Hasil wawancara pada tanggal 10 Desember 2019.
x

Tuesday, December 10, 2019

Larangan Jual Beli Buah-Buahan yang Belum Matang


LARANGAN JUAL BELI BUAH –BUAHAN YANG BELUM  MATANG
Disusun Oleh :
M. Ikmal :                               (3218024)
JURUSAN ILMU HADIS
FAKULTAS USULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN
TAHUN AKADEMIK
2019

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Pada zaman sekarang yang serba canggih ini, Penggunaan teknologi modern (seperti komputer atau telepon genggam) sebagai alat bantu guna memperlancar kegiatan usaha jual beli yang merupakan salah satu strategi pemasaran yang sangat menguntungkan. Di era digital sekarang ini terdapat banyak transi perdagangan melalui dunia maya (online atau via internet), sehingga antara penjual dan pembeli tidak dibatasi oleh ruang dan waktu.  Dahulu, pada masa belum ditemukannya teknologi internet, apabila seseorang bermaksud membeli suatu barang maka ia akan mendatangi tempat dimana barang itu dijual, pembeli dapat memeriksa secara langsung kondisi barang yang ia inginkan kemudian terjadi tawar menawar antara pembeli dan penjual, apabila tercapai kesepakatan antara penjual dan pembeli barulah terjadi serah terima uang dan barang.
Manusia sebagai makhluk sosial gemar sekali melakukan transaksi jual beli.Bahkan itu adalah hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Sebagaimana yang telah diketahui bahwasanya jual beli merupan salah satu perbuatan atau kegiatan yang boleh dan dihalalkan dalam islam. Sebagaimana firman Allh SWT.dalam al-Qur’an surah al-baqarah dalam (al-Qur’an surah al-baqarah ayat 275).
Selain hal itu, jual beli tidak hanya sebatas kata halal akan tetapi ada beberapa kategori yang membuat jual beli menjadi pasid (rusak) bahkan tidak sah, seperti jual beli yang tidak memenuhi syarat  dan rukun, jual beli riba, gharar, dan sebagainya. Akan tetapi pada penelitian ini penulis akan mengakat  permasalahan yang kerap terjadi dikalangan masyarakat, yaitu terkait dengan jual beli buah-buahan yang belum matang, apakah hukumnya boleh, makruh, atau haram?, lalu bagaimana hukum jual beli tersebut menurut perspektif hadis dan pendapata ulama.Nah untuk merefleksi ha tersebut menjadikan penulis bersemngat dalam melakukan analisis terhadap  hukum jual beli buah buahan-buahan yang belum matang, yang akan dipaparkan dibawah ini.

B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan di atas maka rumusan masalahnya sebaagai berikut:
1.      Apa hadis yang berkaitan dengan larangan jual beli buah-buahan yang belum matang?
2.      Bagaimana kandungan hadis tersebut?
3.      Bagaimana studi kasus yang relevan dengan hadis Jual beli buah-buahan yang belum matang?
4.      Bagaimana proses pentakhrijan hadis itu?.
C.    Tujuan Penelitian
Adapu tujuan makalah ini dibuat adalah
1.      Untuk mengetahui hadis  larangan jual beli buah-buahan yang belum matang
2.      Untuk memahami isi kandungan hadi jual beli buah-buahan yang belum matang
3.      Untuk mendeskripsikan kasus yang sesuai dengan hadis tersebut.
4.      Untuk mengetahui proses pentakhjian hadis tersebut.




BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hadis Larangan jual beli buah-buahan yang belum matang
Jual beli beli merupakan  suatu tradisi kebiasan yang dilakukan oleh manusia  sebagai   makhluk social. (soerjono soekanto,2014; 5). Tentu tidak terlepas dari yang namanya tsansaksi jual beli, Pada prinsipnya hukum muamalah adalah boleh[1] kecuali ada dalil yang mengharamkannya.Tentu hal ini tidak dapat dipungkiri bahwa dalam transaksi yang dilakukan sedikit banyak terdapat kekeliruan atau sesuatu yang tidak sesuai dengan syaratdan ketentuan kaedah jual beli.Terlebih dalam jual beli buah-buahan yang belum matang, dimana ada didalamnya terdapat larang yang tegas dijelaskan oleh Nabi SAW. Adapun hadis-hadis yang terkait dengan jual beli ini adalah sebagai berikut:
1.      Larangan jual beli buah buahan yang belum masak


حدثنا  أبو النضْر حدثنا زُهَيْرٌ  حدثنا أبو الزبير عن جابر  قال : نَهَى – أو نهانا – رسول الله صلى الله عليه وسلم عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى تَطِيْبَ
Artinya: “Bahwa Rasulullah SAW. melarang kami menjual buah-buahan sebelum masak.
a.       Mufradad
Melarang         : نَهَى
Jual beli           : بَيْعِ
Baik                 : تَطِيْبَ
b.      Qawa’id
Dalam hadis ini ada beberapa qa’idah nahwu yang sederhana dapat penulis paparkan yaitu terkait dengan lafadz حَتَّى تَطِيْبَ. Lafadz ini tersusun dari kalimat huruf (harfu nasbin),  kalimat fi’il beserta fail yang mustatir.

2.      Larangan menjual buah buahan yang belum nyata baiknya

 حدثنا عبد الله بن يوسف أخبرنا مالك عن نافع عَنْ عَبْدِ اللّهِ بْنِ عُمَرَ آَنَّ رَسُوْلَ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعِ الثَّماَرِ حَتَّى يَبْدُ وَصَلاَ حُهَا نَهَى الْبَائِعَ وَالْمُبْتَاعَ
Artinya: Nabi SAW melarang  kita menjual buah-buahan yang belum jelas baiknya. Larangan tersebut berlaku pada penjual dan pembeli
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال رسول الله  صلى الله عليه وسلم لا تبايعوا الثمار حتى يبدو صلاحها.
Artinya: Janganlah kalian berjual beli buah-buahan yang belum jelas baiknya
a.       Mufradad
Bagus/baik      : صَلاَ حُ
Penjual                        : الْبَائِعَ
Pembeli           : الْمُبْتَاعَ
b.      Qawaid
Contoh qawaid sederhananya pada lafadz آَنَّ رَسُوْلَ اللّهِ صَلَّى اللّهُ عَلَيْهِ وَ سَلَّمَ نَهَى, disini terdapat anna yang menasabkan isim dan merafa’kan khabar.Dalam hal ini khabarnya berupa jumlah fi’liyah.

3.      Hadis tentang tolak ukur matangnya buah-buahan.

حدثني أبو ألطاهر و أخبرنا إبن وهب أخبرني مالك عن حُمَيْد الطويل عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ رَضِيَ اللّهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُولَاللّهِ صَلَّى اللّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ بَيْعٍ الثَّمَرة  حَتَّى تُزْهِيَ :قِاَ لَوا  وَمَاتُزْهِي؟ قَالَ حَتَّى يحْمَرّ, قال إذا منع الله الثمرة فبم تستحل مال أخيك؟
Artinya: Nabi SAW melarang jual beli buah-buahan hingga tampak merah; para shahabat bertanya tentang artiتُزْهِي, Nabi menjawab : Berwarna merah, Nabi bersabda pula apabila Allah menimpakan bencana atas buah itu, maka dengan apa engkau menghalalkan harta saudara engkau?.
a.       Mufradad
Melarang/mencegah    : منع
Menghalalkan              : تستحل
b.      Qawa’id
contoh Qawa’id dalam hadis ini penulis mengambil  lafadz فبم تستحل مال أخيك. Dimana lafadz ini terdapat jumlah fi’liyah (terdiri dari fiil dan fa’il serta maf’ul bihnya) disamping itu juga ada tarkib idhafiyah.

B.     Isi kandungan hadis
Jual beli buah-buahan yang belum matang, sebenarnya ada kaitannya dengan jual beli ijon yaitu pengambilan hadis yang sama, akan tetapi ada sedikit perbedaan dalam perakteknya. dalam masalah ini ulama berbeda pendapat, ada yag beranggapan jual beli buah-buahan yang belum matang hukumnya adalah bathal secara muthlaq, kemudian ada pula yang yang mengatakan boleh jika disyaratkan harus dipetik, maka hal ini tidak mengapa, akan tetapi jika tidak disyaratkan demikian maka tetap bathal.[2]Berikut penjelasannya.
 Berdasarkan hadis yang penulis paparkan diatas bahwa jelas nabi melarang hal tersebut dan ulama juga sepakat jual beli buah-buahan ini  dilarang oleh syari’at, hukumnya haram, karena jual belinya fasid (rusak), dengan konsekwensinya adalah uang yang diterima penjual adalah uang yang  haram dan barang yang diterima pembeli barang yang tidak halal (dia mendapatkan keuntungan dari itu). Bahkan ada yang mengatakan bathil secara muthlaq oleh Ibnu Abi Laili dan al-Tsaury.[3]
Ulama tidak serta merta dalam menetapkan sebuah hukum. Dalam hal ini tentu ada yang mendasari terjadinya hukum tersebut (illat). Adapun yang mendasari hukum jual beli buah-buahan yang belum matang adalah karena besar terjadinya gharar (penipuan, atau tindakan yang bertujuan untuk merugikan orang lain). Gharar adalah sesuatu yang tidak diketahui bahaya dikemudian hari, dari barang yang tidak diketahui hakikatnya.[4]Artinya bisa untung besar dan bisa rugi besar, yang mana dalam hadis ini objeknya adalah sipenjual dan pembeli.
Sedangkan pendapat imam syafi’I , imam Ahmad bin Hanbal dan jumhur ulama dan riwayat imam malik mengatakan hukum jual beli buah-buahan yang belum matang adalah bathil dengan catatan apa bila tidak di potong seketika, akan tetapi jika dipotong seketika itu maka dihukumi tidak bathil. artinya larangan ini tidak menjaddi muthlaq, dikecualikan dalam hal ini ijma’ ulam’ (bisyarthi al-qath’i  fil hal)  dipotong seketika itu atau di sabit (jazztan-jaztan) atau di petik(laqthah-laqthah).[5]artinya dipanen pada waktu belum matang dengan syarat langsung dipetik atau diambil sekaligus tanpa menunda-nunda.
C.    Studi kasus
Terkait dengan tema makalah ini, sangat banyak fenomena-fenomena yang terjadi dikalangan kita dimana masyarakat yang aktif dalam melakukan transaksi jual beli, baik untuk kebutuhan pribadi, keluarga, dan lain sebagainya. Terlepas dari itu salah satu problem bagaimana hukum jual beli bibit pohon yang ada buahnya, seperti bibit pohon mangga, pohon durian, pohon sawo dan lain-lain. Yang menjadi daya tariknya adalah pohon tersebut sudah berbuah (mentah). Nah bagaimana hukum jual beli ini, jika direlevansikan dengan hadis diatas?. menurut penulis pada dasarnya hukum jual beli adalah mubah, akan tetapi melihat kasus ini, yang perlu digarisbawahi adalah apakah sipembeli membeli buahnya, atau pohonnya, atau buah beserta pohonnya. Artinya tergantung maqashidnya (tujuan),  jika pembeli membeli pohon dan buahnya dengan tidak bermaksud tidak berharap untuk memanfaatkan buahnya. Akan tetapi jika membeli  buahnya maka syarat yang harus dipenuhi adalah harus dipetik atau dipisahkan dari pohonnya.

D.    Takhrij
Berdasarkan analisis yang penulis lakukan dalam menelusuri hadis-hadis terkait jual beli buah-buahan yang belum matang  melalui kitab miftah kunus al-sunah,  dan beberapa aplikasi, seperti maktabah syamilah dan  jami’ kutub al-tis’ah , al-mausu’atul hadis, maka hasilnya adalah berikut ini:

1.      Hadis pertama, dalam pentkhrijan hadis ini penulis menggunakan aplikasi  jami’ kutub al-tis’ah, dengan kata kunci عَنْ بَيْعِ الثَّمَرَةِ حَتَّى تَطِيْبَ, maka hadis ini ditemui dalam kitab Musnad Ahmad bin Hanbal; Musnad Jabir bin Abdullah Ra, juz 22 halaman352, 357. Nomor hadis 14.466,14.350.
2.      Hadis kedua, Matan hadis ini diriwayatkan oleh jamaah ahli hadis  (akhrajahu al-Jama’ah), maksdnya adalah hadis yang diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hanbal, Imam Bukhari, Imam Muslim, Abu Daud, al-Turmudzi, al-Nasa’I dan Ibnu Majjah.pada hadis kedua ini penulis melakukan pentakhrijan dengan kata kunci نهى عن بيع الثمر, maka ditemukanlah sebagai berikut:
a.       shahih Bukhari : kitab al-Buyu’, bab bay’i al-tsimar qabla an yaabduwa shalahuha , nomor hadis 2.194, 2.183, 2.198, 2.247, 2.249.
b.      shahih muslim :kitab al-Buyu’, bab al-Nahyu ‘an bay’I al-tsimar qabla buduwwi al-shalahiha, nomor hadis 1.534, 1.535, 1.538.
c.       Sunan Abu Daud :kitab al-Buyu’ wa al-Ijarat, bab fii bay’’I al-tsimari qabla an yabdua shalahuha, nomor hadis 3.367, 3.368.
d.      Sunan al-Turmudzi (juz 2 halaman 510) :abwabu al-buyu’ an Rasulillah SAW, bab karahatu bay’I al-tsamrati hatta yabdu shalahuha. Nomor hadis1.226, 1.227.
e.       Sunan al-Nasa’I (juz 7 halaman48) : kitab Muzara’ah,bab dzikru al-ahadis al-mukhtalifati fii l-nahyi an kira’I al-ardhi bi al-tsulutsi, wa al-rub’I wa ikhtilafu alfadzi al-naqiliina lilkhabar. Nomor hadis 3.921, 4.519, 4.520, 4.521, 4.522, 4.551.
f.       Sunan Ibnu Majjah (juz 3 halaman 558), kitab al-Tijarah; bab al-Nahyu ‘an bay’I al-tsimar qablaan yaabduwa shalahuha. nomor hadis 2.214, 2.284.
3.      Hadis ketiga ini metode yang penuمis gunakan dalam melacak hadis ini yaitu metode berlandaskan pada kata-kata yang terdapat dalam matan hadis, baik berupa kata benda maupun kata kerja.[6] dengan kata kunci وما تزهي, maka hadis tersebut ditemukan dalam Shahih Muslim (juz 5 halaman 29);, kitab al- musaqah bab wadh’u jawa’ih, nomor hadis 1.555. selain itu juga terdapat hadis-hadis yang terkait dengan pembahasan ini adalah sebagai berikut:
a.       Shahih Bukhari (juz 2 halaman 127); kitab al-zakat, bab man ba’a tsimarah wa qad wajaba fiihi al-‘usyl, nomor hadis 1.488, 2.195, 2.197, 2.198, 2.207, 2.208.
b.      Sunan Abu daud (juz 3 halaman 432); kitab al-buyu’wa al-ijarat bab fii baiy’I al-tsimar qabla an yabduwa shalahuha, nomor hadis 3.371
c.       Sunan al-Tirmidzi (juz 2 halaman 551); abwab al-buyu’ an Rasulilillah SAW, bab karaahiyatu baiy’I al-tsamrati hatta yabdu shalahuha, nomor hadis 1.228.

















BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
Berdasarakan materi yang penulis paparkan diatas, maka dapat diambil benang merahnya, bahwa jual beli  buah-buahan yang belum matang dalam hadis ini jelas nabi melarangnya, dikarenakan didalamnya terdapat unsur gharar yang besar. Akan tetapi ulama berbeda pendapat dalam hal ini, ada yang mengharamkan secara muthlaq oleh Ibnu Abi Laili dan al-Tsaury dan adapula yang tidak mengharamkannya dengan syarat dipetik seketika itu, sebagaimana pendapat syafi’I , imam Ahmad bin Hanbal dan jumhur ulama dan riwayat imam malik.
Dalam pentakhrijjan hadis ini penulis lakukan melalui beberapa media, yaitu aplikasi jami’ kutub al-tis’ah, maktabah syamilah, dan kitab miftah kunus al-sunah, dan lain lain.



DAFTAR PUSTAKA

A. Qadir, Hamidy, Hassan Mu’ammal dkk. 2001. Terjemah Nailu al-Authar.Surabaya: Pt Binomo Ilm.
Abi al-Naja Musa bin Ahmad al-Hajjawy al-Shalihy.   Zadul Mustaqni’  fi I Khtishar al-Miqni’. Saudi:  daru ibn Jauzy.
al-Asqalaniy,  Ibn Hajar. 2012. Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram. Darul Fikri : bayrut Lebanon.
Hakim, Abdul Hamud. Munbadi Awaliyah. Jakarta: Sa’adah Putra.
Khairi, Miftahul. 2017. Ensiklopedia Fiqih Muamalah Dalam Pandangan Empat Madzhab. Yogyakarta: Maktabah al-Hanif.
Soekanto, Soerjono. 2014.  Sosiologi Ilmu Pengantar. Jakarta: Rajawali Pers.
Solahudin, Agus dan Suyadi, Agus.2008.  Ulumul Hadis. Bandung: Pustaka Setia.



[1]الأصل في الأشياء الإباحة (hukum ashal (pada dasarnya) segala sesuatu itu diperbolehkan), buka mubadi awwaliyyah, hlm. 47
[2]A. Qadir Hassan, Mu’ammal Hamidy dkk,TerjemahNailu al-Authar,(Surabaya: Pt Binomo Ilm),hlm. 1.698.jilid 4.
[3] Ibn Hajar al-Asqalaniy,  Ibanatul Ahkam Syarah Bulughul Maram, ( Darul Fikri : bayrut Lebanon , 2012), hlm. 96.
[4]Miftahul Khairi, Ensiklopedia Fiqih Muamalah Dalam Pandangan Empat Madzhab, (Yogyakarta: Maktabah al-Hanif, 2017), Hlm.37.
[5] Abi al-Naja Musa bin Ahmad al-Hajjawy al-Shalihy,  Zadul Mustaqni’  fi I Khtishar al-Miqni’, (Saudi: daru ibn Jauzy ), Hlm.110.
[6] Agus Solahudin dan Agus Suyadi, Ulumul Hadis, (Bandung: Pustaka Setia, 2008), hlm. 198.


TERIAKAN MAUT FANATISME

TERIAKAN MAUT FANATISME KEBENARAN M. ikmal Mahasiswa    Jurusan Ilmu Hadis IAIN Pekalongan dan Infokom Himpunan Mahasiswa Sumatra (Hi...